Rabu, 16 Desember 2015

Asal Mula Danau Limboto

Danau Limboto adalah suatu danau yang terdapat di Kecamatan Limboto, Kabupaten Gorontalo, Propinsi Gorontalo Indonesia. Dulunya, danau ini bernama Bulalo lo limu o tutu, yang bermakna danau dari jeruk yang datang dari Kahyangan. Menurut keyakinan orang-orang setempat, kehadiran danau seluas lebih kurang 3. 000 hektar ini dikarenakan oleh suatu momen ajaib yang berlangsung di daerah itu. Momen apakah yang mengakibatkan terjadinya Danau Limboto? Ikuti kisahnya dalam narasi Asal Mula Danau Limboto di bawah ini! 

Dulu, daerah Limboto adalah hamparan laut yang luas. Di tengahnya ada dua buah gunung yang tinggi, yakni Gunung Boliohuto serta Gunung Tilongkabila. Ke-2 gunung itu adalah panduan arah untuk orang-orang yang bakal masuk Gorontalo lewat jalur laut. Gunung Bilohuto tunjukkan arah barat, sedang Gunung Tilongkabila tunjukkan arah timur. 
Disuatu saat, air laut surut, hingga lokasi itu beralih jadi daratan. Tidak sebagian lama lalu, lokasi itu beralih jadi hamparan rimba yang sangatlah luas. Di sebagian tempat masih tetap tampak ada air laut tergenang, serta di sebagian tempat yang lain nampak beberapa mata air tawar, yang lalu membuat genangan air tawar. Satu diantara diantara mata air itu keluarkan air yang sangatlah jernih serta sejuk. Mata air yang ada di tengah-tengah rimba serta tidak sering dijamah oleh manusia itu bernama Mata Air Tupalo. Tempat ini kerap didatangi oleh tujuh bidadari bersaudara dari Kahyangan untuk mandi serta bermain sembur-semburan air. 
Disuatu hari, saat ketujuh bidadari itu tengah asik mandi serta bersendau gurau di seputar mata air Tupalo itu, seseorang pemuda tampan bernama Jilumoto melintas ditempat itu. Jilumoto dalam bhs setempat bermakna seseorang masyarakat kahyangan bertandang ke bumi dengan menjelma jadi manusia. Lihat ketujuh bidadari itu, Jilumoto selekasnya bersembunyi dibalik suatu pohon besar. Dari balik pohon itu, ia memperhatikan ketujuh bidadari yang tengah asik mandi hingga matanya tak berkedip sedikitpun. 
“Aduhai.... cantiknya bidadari-bidadari itu! ” gumam Jilumoto dengan takjub. 
Lihat kecantikan beberapa bidadari itu, Jilumoto mendadak muncul tujuannya untuk mengambil satu diantara sayap mereka yang ditempatkan diatas batu besar, hingga si yang memiliki sayap itu tidak bisa terbang kembali pada kahyangan. Dengan demikian, jadi ia bisa memperistrinya. Saat beberapa bidadari itu tengah asik bersendau gurau, perlahan ia jalan menuju ke tempat sayap-sayap itu ditempatkan. Sesudah sukses mengambil satu diantara sayap bidadari itu, pemuda tampan itu kembali bersembunyi dibalik pohon besar. 
Saat hari mendekati sore, ketujuh bidadari itu usai mandi serta bersiap-siap untuk pulang ke Kahyangan. Sesudah menggunakan kembali sayap semasing, mereka juga bersiap-siap terbang ke angkasa. Tetapi, salah seseorang diantara mereka masih tetap terlihat kebingungan mencari sayapnya. 
“Hai, Adik-adikku! Apakah kalian lihat sayap Kakak? ”. 
Rupanya, bidadari yang kehilangan sayap itu yaitu bidadari tertua yang bernama Mbu`i Bungale. Ke enam adiknya selekasnya menolong sang Kakak untuk mencari sayap yang hilang itu. Mereka sudah mencari kesana kemari, tetapi sayap itu belum juga diketemukan. Lantaran hari mulai gelap, ke enam bidadari itu pergi meninggalkan sang Kakak seseorang diri di dekat Mata Air Tupalo. 
“Kakak.. jagalah diri Kakak baik-baik! ” seru bidadari yang bungsu. 
“Adikku...! Janganlah tinggalkan Kakak! ” teriak Mbu`i Bungale saat lihat ke enam adiknya tengah terbang menuju ke angkasa. 
Ke enam adiknya itu tak menghiraukan teriakannya. Tinggallah Mbu`i Bungale seseorang diri di dalam rimba. Hatinya sangatlah sedih, lantaran ia tak dapat bersua lagi dengan keluarganya di Kahyangan. Sebagian waktu lalu, Jilumoto keluar dari tempat persembunyiannya serta selekasnya hampiri Mbu`i Bungale. 
“Hai, Bidadari cantik! Mengapa anda bersedih demikian? ” bertanya Jilumoto dengan berpura-pura tak tahu situasi sesungguhnya. 
“Sayapku hilang, Bang! Adik tak dapat lagi kembali pada Kahyangan, ” jawab Mbu`i Bungale.
Mendengar jawaban itu, tanpa ada memikirkan panjang Jilumoto selekasnya mengajak Mbu`i Bungale untuk menikah. Bidadari yang malang itu juga bersedia menikah dengan Jilumoto. Sesudah menikah, mereka mengambil keputusan untuk tinggal berbarengan di bumi. Mereka juga mencari tanah untuk bercocok tanam. Sesudah berapakah lama mencari, pada akhirnya sepasang suami-istri itu temukan suatu bukit yang terdapat tak jauh dari Mata Air Tupalo. Diatas bukit tersebut mereka membangun suatu rumah simpel serta berladang dengan menanam beragam jenis type tanaman yang bisa dikonsumsi. Mereka menamai bukit itu Huntu lo Ti`opo atau Bukit Kapas.. 
Disuatu hari, Mbu`i Bungali memperoleh kiriman Bimelula, yakni suatu mustika sebesar telur itik dari Kahyangan. Bimelula itu ia taruh di dekat mata air Tupalo serta menutupinya dengan sehelai tolu atau tudung. Sekian hari lalu, ada empat pelancong dari daerah timur yang melintas serta lihat mati air Tupalo itu. Demikian lihat air yang jernih serta dingin itu, mereka selekasnya meminumnya lantaran kehausan sesudah meniti perjalanan yang cukup jauh. Selesai minum, salah seseorang diantara mereka lihat ada tudung tergeletak di dekat mata air Tupalo. 
“Hai, kawan-kawan! Lihatlah benda itu! Tidakkah itu tudung? ” seru salah seseorang dari pelancong itu. 
“Benar, kawan! Itu yaitu tudung, ” kata seseorang pelancong yang lain. 
“Aneh, mengapa ada tudung di dalam rimba yang sepi ini? ” sahut pelancong yang lain dengan heran. 
Oleh Lantaran penasaran, mereka selekasnya mendekati tudung itu serta punya maksud untuk menangkatnya. Tetapi, demikian mereka mau menyentuh tudung itu, mendadak badai serta angin topan sangatlah dahsyat datang menerjang, lalu disusul dengan hujan yang sangatlah deras. Ke empat pelancong itu juga berlarian mencari perlindungan supaya terlepas dari marabahaya. Untungnya, badai serta angin topan itu tak berjalan lama, hingga mereka bisa selamat. 
Sesudah badai serta hujan berhenti, ke empat pelancong itu kembali pada mata air Tupalo. Mereka lihat tudung itu masih tetap terdapat pada tempatnya awal mulanya. Oleh lantaran masih tetap penasaran mau tahu benda yang ditutupi tudung itu, mereka juga punya maksud mau mengangkat tudung itu. Saat sebelum mengangkatnya, mereka meludahi sisi atas tudung itu dengan sepah pinang yang telah dimantrai supaya badai serta topan tak kembali berlangsung. Begitu terkejutnya mereka saat mengangkat tudung itu. Mereka lihat suatu benda bulat, yang tidak lain yaitu mustika Bimelula. Mereka juga tertarik serta berkemauan untuk mempunyai mustika itu. Tetapi demikian mereka akang mengambil mustika Bimelula itu, mendadak Mbu`i Bungale datang berbarengan suaminya, Jilumoto. 
“Maaf, Tuan-Tuan! Tolong janganlah sentuh mustika itu! Izinkanlah kami untuk mengambilnya, lantaran benda itu punya kami! ” pinta Mbu`i Bungale. 
“Hei, siapa kalian berdua ini? Berani sekali mengakui juga sebagai yang memiliki mustika ini! ” seru seseorang pemimpin pelancong. 
“Saya Mbu`i Bungale datang berbarengan suamiku, Jilumoto, mau mengambil mustika itu, ” jawab Mbu`i Bungale dengan tenang. 
“Hai, Mbu`i Bungale! Tempat ini yaitu punya kami. Jadi, tidak seseorang juga yang bisa mengambil beberapa barang yang ada disini, termasuk juga mustika ini! ” bentak pemimpin pelancong itu. 
“Apa buktinya bahwa tempat ini serta mustika itu punya kalian? ” bertanya Mbui`i Bungale. 
Pemimpin pelancong itu juga menjawab : 
“Kalian ingin saksikan buktinya? Lihatlah sepah pinang diatas tudung itu! Kamilah yang sudah memberikannya, ” tutur pemimpin pelancong. 
Mendengar pernyataan beberapa pelancong itu, Mbu`i Bungale cuma tersenyum. 
“Hai, saya ingatkan kalian seluruhnya! Lokasi mata air ini di turunkan oleh Tuhan Yang Mahakuasa pada beberapa orang yang sukai berbudi baik antarsesama makhluk didunia ini. Bukanlah diberikan pada beberapa orang tamak serta rakus seperti kalian. Namun, bila memanglah benar kalian yang memiliki serta penguasa ditempat ini, perluaslah mata air ini! Keluarkanlah semua kekuatan kalian, saya siap untuk menantang kalian! ” seru Mbu`i Bungale. 
Ke empat pelancong itu juga bersedia terima tantangan Mbu`i Bungale. Si pemimpin pelancong selekasnya membaca mantradan keluarkan semua kemampuannya. 
“Wei mata air Kami! Meluas serta membesarlah, ” sekian bunyi mantranya. 
Berulang-kali pemimpin pelancong itu membaca mantranya, tetapi tidak sedikit juga tunjukkan ada sinyal tanda mata air itu bakal meluas serta jadi membesar. Lihat pemimpin mereka telah mulai kehabisan tenaga, tiga anak buah pelancong itu selekasnya menolong. Walau mereka sudah menjadikan satu kemampuan serta kesaktian, tetapi mata air Tupalo tak beralih sedikit juga. Makin lama ke empat pelancong juga itu kehabisan tenaga. Lihat mereka kelelahan serta bercucuran keringat, Mbu`i Bungale kembali tersenyum. 
“Hai, mengapa kalian berhenti! Tunjukkanlah pada kami bahwa mata air itu punya kalian! Atau jangan-jangan kalian telah menyerah! ” seru Mbu`i Bungale. 
“Diam kau, hai wanita cerewet! Janganlah cuma pintar bicara! ” sergah pemimpin pelancong itu balik menantang Mbu`i Bungale. “Jika anda yang memiliki mata air ini, tunjukkan juga pada kami! ”
“Baiklah, Tuan-Tuan! Ketahuilah bahwa Tuhan Maha Tahu mana hambanya yang benar, permintaannya bakal dikabulkan! ” tutur jawab Mbu`i Bungale dengan penuh kepercayaan. 
Selesai berkata demikian, Mbu`i Bungale selekasnya duduk bersila di samping suaminya seraya bersedekap. Mulutnya juga komat-kamit membaca doa. 
“Woyi, air kehidupan, mata air sakti, mata air yang mempunyai barokah. Melebar serta meluaslah wahai mata air beberapa bidadari.... membesarlah....!!! ” sekian doa Mbu`i Bungale. 
Selesai berdoa, Mbu`i Bungale selekasnya mengajak suaminya serta memerintahkan ke empat pelancong itu untuk naik ke atas pohon yang tertinggi, lantaran sebentar lagi lokasi itu bakal terbenam. Doa Mbu`i Bungale juga dikabulkan. Sebagian waktu lalu, perut bumi mendadak bergemuruh, tanah bergetar serta menggelegar. Perlahan mata air Tupalo melebar serta meluas, lalu menyemburkan air yang sangatlah deras. Kurun waktu dalam waktu relatif cepat, tempat itu tergenang air. Ke empat pelancong itu takjub lihat keajaiban itu dari atas pohon kapuk. 
Makin lama, genangan air itu makin tinggi sampai nyaris meraih tempat ke empat pelancong yang ada diatas pohon kapuk itu. Mereka juga berteriak-teriak ketakutan. 
“Ampun Mbu`i Bungale! Kami mengakui salah. Engkaulah yang memiliki tempat ini serta seisinya! ” teriak pemimpin pelancong itu. 
Mbu`i Bungale yaitu bidadari yang pemaaf. Dengan selekasnya ia memohon pada Tuhan supaya semburan mata air Tupalo dikembalikan seperti awal mulanya, hingga genangan air itu tak makin tinggi serta menenggelamkan ke empat pelancong itu. Tidak berapakah lama lalu, semburan air pada mata air Tupalo kembali seperti awal mulanya. Mereka juga turun dari pohon. Mbu`i Bungale selekasnya mengambil tudung serta mustika Bimelula. Ajaibnya, saat ia menempatkan diatas tangannya, mustika yang mirip telur itik itu mendadak menetas serta keluarlah seseorang bayi wanita yang sangatlah cantik. Berwajah bersinar seperti sinar bln.. Mbu`i Bungale juga memberikannya nama Tolango Hula, di ambil dari kata Tilango lo Hulalo yang bermakna sinar bln.. Menurut narasi, Tolango Hula tersebut yang nantinya jadi Raja Limboto. 
Kemudian, Mbu`i Bungale serta suaminya selekasnya membawa gadis kecil itu serta mengajak ke empat pelancong itu ke rumah mereka. Saat akan meninggalkan tempat itu, mendadak Mbu`i Bungale lihat lima buah benda terapung-apung di dalam danau. 
“Hai, benda apakah itu? ” seru Mbu`i Bungale dengan heran sembari menunjuk ke arah benda itu. 
Lantaran penasaran, Mbu`i Bungale selekasnya mengambil ke lima benda itu. 
“Bukankah ini buah jeruk? ” pikirnya waktu mencermati buah itu. 
Sesudah mencubit serta mencium buah itu, lantas mencermatinya, jadi percayalah Mbu`i Bungale bahwa buah jeruk itu sama dengan yang ada di Kahyangan. Untuk lebih memberikan keyakinan dianya, ia punya maksud untuk mengecek pohon-pohon yang tumbuh di seputar danau. 
“Kanda, tolong gendong Tolango Hula! Dinda mau mengecek pohon-pohon di seputar danau ini. Jangan-jangan diantara pohon-pohon itu ada pohon jeruk yang tumbuh, ” tutur Mbu`i Bungale seraya menyerahkan bayinya pada sang Suami, Jilumoto. 
Sesudah sebagian waktu mencari serta mengecek, pada akhirnya Mbu`i Bungale temukan sebagian pohon jeruk yang tengah berbuah lebat. Untuk meyakinkan bahwa pohon yang diketemukan itu betul-betul pohon jeruk dari Kahyangan, ia selekasnya memanggil suaminya untuk mencermatinya. 
“Kanda, kemarilah sebentar! ” seru Mbu`i Bungale. 
“Coba cermati pohon serta buah jeruk ini! Tidakkah buah ini seperti jeruk Kahyangan, Kanda? ” katanya. 
Suaminya juga selekasnya mendekati pohon jeruk itu sembari menggendong bayi mereka. Sesudah memegang serta mencermatinya, ia juga meyakini bahwa pohon serta buah jeruk itu datang dari Kahyangan. 
“Kamu benar, Dinda! Pohon jeruk ini seperti yang ada di Kahyangan, ” kata Jilumoto. 
 “Dinda heran! Mengapa ada pohon jeruk Kahyangan tumbuh di seputar danau ini? ” ucap Mbu`i Bungale dengan heran. 
Sebagian waktu lalu, Mbu`i Bungale baru mengerti bahwa kehadiran pohon jeruk di seputar danau itu adalah anugerah dari Tuhan Yang Mahakuasa. Untuk kembali kenang momen yang barusan berlangsung di daerah itu, Mbu`i Bungale serta suaminya menamakan danau itu Bulalo lo limu o tutu, yang berarti danau dari jeruk yang datang dari Kahyangan. Makin lama, orang-orang setempat menyebutnya dengan Bulalo lo Limutu atau lebih di kenal dengan sebutan Danau Limboto. 
* * * 
Sekian narasi Asal Mula Danau Limboto dari Propinsi Gorontalo, Indonesia. Sampai saat ini Danau Limboto jadi satu diantara object wisata menarik di Gorontalo. Beberapa pengunjung bisa nikmati beragam aktivitas seperti memancing, lomba berperahu, serta nikmati ikan bakar fresh. Pesan moral yang bisa dipetik dari narasi diatas bisa dipandang pada keberanian serta kegigihan Mbu`i Bungale menjaga hak kepunyaannya dengan menantang ke empat orang pelancong untuk memperluas mata air Tupalo. Dalam kehidupan orang Melayu, menjaga hak punya sendiri sangat disarankan seperti disebutkan dalam tunjuk ajar di bawah ini : 

 apa sinyal melayu bertuah, 
 hak punya orang ia pelihara 
 hak punya diri ia jaga 
 hak punya berbarengan ia bela
loading...

Related Posts

Asal Mula Danau Limboto
4/ 5
Oleh